www.metrosuara.id – Jakarta – Salah satu lembaga keuangan terbesar di Indonesia terus berkomitmen dalam menciptakan dampak positif bagi lingkungan serta memberikan nilai tambah bagi pemangku kepentingan melalui pelaksanaan inisiatif berkelanjutan yang berpedoman pada prinsip-prinsip ESG (Lingkungan, Sosial, dan Tata Kelola).
Komitmen tersebut tercermin dalam portofolio pembiayaan berkelanjutan yang diproyeksikan mencapai Rp796 triliun pada akhir kuartal pertama tahun 2025. Angka ini menunjukkan bahwa 64,16% dari total portofolio pembiayaan entitas tersebut dialokasikan untuk inisiatif yang ramah lingkungan dan sosial. Fokus utama portofolio ini adalah pada pinjaman sosial yang mencapai Rp700,6 triliun, yang mayoritasnya ditujukan untuk pelaku Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) di seluruh Indonesia. Sementara itu, pembiayaan hijau atau ‘green loan’ bernilai Rp89,9 triliun juga dialokasikan untuk sektor usaha berwawasan lingkungan, ditambah dengan investasi dalam obligasi korporasi berbasis ESG yang senilai Rp5,5 triliun.
Direktur Sumber Daya Manusia dan Kepatuhan menjelaskan pemahaman mendalam mengenai penerapan prinsip ESG dalam keseluruhan perencanaan dan operasional bisnis. “Setiap kebijakan yang disusun berdasarkan keseimbangan yang matang antara potensi bisnis dan dampak terhadap aspek sosial serta lingkungan. Pendekatan ini adalah bagian dari visi jangka panjang untuk membangun bisnis yang tahan banting dan berkelanjutan,” ungkapnya. Dengan demikian, aspek keberlanjutan bukan sekadar jargon, tetapi sudah menjadi bagian integral dari strategi bisnis.
Sebagai upaya nyata dalam mendorong praktik keuangan berkelanjutan, lembaga tersebut terus menyalurkan pembiayaan ke sektor-sektor industri yang mendukung transisi menuju ekonomi hijau dan inklusif. Pembiayaan ini mencakup berbagai proyek yang fokus pada energi terbarukan, transportasi yang ramah lingkungan, serta pembuatan bangunan yang berwawasan lingkungan. Selain itu, produk yang efisien secara ekologi juga menjadi bagian dari strategi pembiayaan yang lebih luas. Di sisi lain, lembaga ini juga telah menerapkan kebijakan pembiayaan yang selektif terhadap sektor-sektor yang memiliki emisi tinggi, termasuk subsektor kelapa sawit, pulp dan kertas, batu bara, serta minyak dan gas bumi. Hal ini diharapkan dapat memperkuat tata kelola risiko lingkungan dalam keseluruhan portofolio pembiayaan.