www.metrosuara.id – Di Makassar, situasi keamanan semakin memperlihatkan tantangan serius ketika anggota geng motor kembali terlibat dalam aksi kekerasan. Dengan total 23 anggota geng yang ditangkap, kejadian ini menyoroti permasalahan mendalam tentang pengaruh budaya geng di kalangan remaja yang rentan.
Penggerebekan oleh Polrestabes Makassar mengungkap fakta bahwa sebagian besar anggota yang ditangkap masih berusia sangat muda. Usia rata-rata anggota geng tersebut berada di kisaran 15 hingga 18 tahun, menunjukkan bahwa perilaku kekerasan ini telah menjadi bagian dari kehidupan mereka.
Dari informasi yang diperoleh, satu anggota berinisial KS merayakan ulang tahunnya yang ke-18 di balik jeruji besi. Momen ini menjadi simbol transisi dari masa remaja ke dewasa yang dilaluinya dalam konteks yang kelam.
Masalah Menyusupnya Kebudayaan Geng di Kalangan Remaja
Budaya geng motor telah menjelma menjadi fenomena sosial yang mengkhawatirkan di banyak kota, termasuk Makassar. Geng-geng ini seringkali terbentuk dari pertemanan di lingkungan sekitar, tetapi kemudian berkembang menjadi kelompok yang saling bersaing dengan cara yang destruktif.
Konflik antar geng biasanya dimulai dari hal-hal sepele namun berujung dalam kekerasan fisik. Anggota geng seringkali sepakat untuk bertemu dan melakukan tawuran, yang diistilahkan dengan ‘COD’, seringkali secara tertutup tanpa melibatkan pihak luar.
Skenario semacam ini sangat berbahaya bagi keselamatan publik dan menciptakan ketidaknyamanan di masyarakat. Ketika geng motor berkeliaran, mereka membawa sikap brutal yang menambah ketegangan sosial di lingkungan tempat mereka beroperasi.
Implikasi Hukum dan Tanggung Jawab Sosial
Pihak berwenang telah mengambil langkah tegas dengan menangkap anggota geng, tetapi tantangan tetap ada. Sanksi hukum bagi anggota yang berusia 18 tahun berlaku lebih berat, karena mereka dianggap telah mencapai usia dewasa.
Kombes Pol Arya Perdana menjelaskan bahwa mereka yang berusia di bawah 18 tahun akan menghadapi pendekatan rehabilitatif, tetapi yang berusia 18 tahun ke atas akan dikenakan undang-undang orang dewasa. Ini menunjukkan bahwa hukum dapat menjadi alat untuk membuat perbedaan, tetapi memerlukan keterlibatan yang lebih besar dari masyarakat.
Pentingnya upaya preventif dalam mengatasi masalah ini tidak dapat diabaikan. Kolaborasi antara polisi, sekolah, dan orang tua menjadi krusial untuk mencegah keterlibatan remaja dalam kegiatan berisiko.
Pendidikan dan Kesadaran Komunitas Sebagai Solusi
Pendidikan memainkan peran kunci dalam mengurangi ketertarikan remaja terhadap geng motor. Mengedukasi remaja tentang konsekuensi dan dampak negatif dari aksi kekerasan bisa menjadi salah satu jalan untuk melawan budaya ini.
Selain pendidikan formal, pemberdayaan komunitas juga penting. Komunitas yang aktif dan terhubung dengan baik mampu menciptakan lingkungan yang lebih positif untuk remaja, memberikan alternatif hiburan yang lebih aman dan konstruktif.
Pemerintah setempat, bersama dengan organisasi non-pemerintah, bisa berkolaborasi untuk menciptakan program-program yang melibatkan remaja dalam aktivitas yang produktif. Misalnya, olahraga, seni, dan kegiatan sosial lainnya yang dapat mengalihkan perhatian mereka dari aksi berbahaya.
Kesimpulan: Pentingnya Kerja Sama Semua Pihak
Akhirnya, untuk mengatasi masalah geng motor di Makassar, diperlukan upaya bersama dari berbagai pihak. Penegakan hukum yang tegas harus diimbangi dengan pendidikan dan pencegahan yang mumpuni untuk mengubah pola pikir remaja.
Perluasan dialog antara pihak berwajib, keluarga, dan komunitas juga sangat penting. Hanya dengan cara ini, harapan untuk menurunkan angka keterlibatan remaja dalam geng motor dapat terwujud dan membangun kembali rasa aman di masyarakat.
Melalui upaya kolaboratif ini, kita dapat menciptakan lingkungan sosial yang lebih baik dan menghindari generasi muda dari bahaya kekerasan yang dapat merusak masa depan mereka.