www.metrosuara.id – Seorang tukang parkir bernama Afdal Syamsuddin berusia 25 tahun di Makassar mengalami kejadian tragis ketika terlibat dalam insiden pembacokan yang mengguncang komunitas setempat. Pelaku, yang hingga kini masih buron, melakukan serangan yang mengakibatkan Afdal mengalami luka serius di beberapa bagian tubuhnya.
Ironisnya, alih-alih menghadapi konsekuensi dari tindakan kriminal, keluarga pelaku justru berusaha mendekati Afdal untuk menjalin perdamaian, mengabaikan upaya penegakan hukum. Kebingungan dan kesedihan membayangi Afdal saat ia berusaha memahami motivasi keluarga pelaku di tengah luka fisik dan emosional yang masih ia rasakan.
Peristiwa malang ini bermula ketika Afdal menerapkan fungsi tahannya sebagai tukang parkir. Saat pelaku datang bersama ibunya dengan sepeda motor yang diparkir sembarangan, Afdal mengingatkan mereka untuk tidak menghalangi jalan, demi kelancaran lalu lintas. Tindakan sederhana ini ternyata berujung pada insiden yang tidak terduga.
Insiden Pembacokan yang Mengguncang Masyarakat Makassar
Afdal menjelaskan bahwa setelah peringatannya diabaikan, pelaku datang kembali bersama teman-temannya, membawa senjata tajam. Saat itulah, Afdal terpaksa menghadapi situasi yang mengancam jiwanya setelah melaksanakan tugasnya dengan baik. Sungguh ironis bahwa tindakan baiknya berujung pada kekerasan yang brutal.
Setelah pelaku mengeluarkan parang, Afdal tidak bisa menghindar. Ia mengalami luka parah; pipi kirinya, rusuk, dan lututnya menjadi sasaran. Kehidupannya berubah dalam sekejap, dan kondisi fisiknya menjadi saksi bisu dari ketidakadilan. Luka-luka ini masih harus dirawat dan dijahit, menambah beban psikologis yang harus ia tanggung.
Walaupun telah melapor ke pihak kepolisian, Afdal masih merasa tidak aman karena pelaku berkeliaran bebas. Situasi ini menimbulkan rasa frustrasi tidak hanya bagi Afdal, tetapi juga bagi keluarganya. Mereka menuntut keadilan dan penegakan hukum yang tegas terhadap pelaku dan rekan-rekannya yang terlibat dalam tindakan kriminal ini.
Kepedihan Keluarga Korban dan Upaya Perdamaian yang Menggagalkan
Keluarga Afdal menghadapi dilema berat ketika ibu pelaku mulai mendekati mereka. Berbagai tawaran uang dan negosiasi untuk menyelesaikan masalah secara internal datang berulang kali, menyakitkan Afdal dan keluarganya lebih dalam. Mereka merasa diajak untuk berpaling dari pencarian keadilan hanya demi memenuhi keinginan keluarga pelaku.
Menurut Afdal, tawaran-tawaran tersebut sama sekali tidak mengubah kenyataan pahit yang telah terjadi dalam hidupnya. Keluarga pelaku tampaknya hanya ingin menghindari konsekuensi hukum, tanpa merasakan beban emosional yang dialami oleh Afdal. Dalam pandangannya, keadilan tidak dapat diukur dengan uang atau kesepakatan pribadi.
Afdal menegaskan komitmennya untuk menuntut pelaku secara hukum. Ia merasa bahwa tindakan mereka adalah cara terbaik untuk mencegah insiden serupa terjadi di masa depan. Ketidakadilan tidak boleh dibiarkan begitu saja, dan ia berdiri teguh pada prinsip tersebut, meskipun tekanan dari berbagai pihak terus datang.
Respons Pihak Berwenang dan Harapan Ke depan
Hingga saat ini, pihak kepolisian setempat belum memberikan keterangan resmi mengenai kemajuan penyelidikan. Keluarga Afdal semakin merasa cemas dengan lambatnya penegakan hukum. Rasa ketidakpastian ini membuat situasi semakin menekan, terutama dalam konteks keamanan dan keadilan di komunitas mereka.
Afdal dan keluarganya berharap agar pihak berwenang dapat segera menangkap pelaku dan membawa mereka ke pengadilan. Mereka yakin bahwa kasus ini bisa menjadi momen pembelajaran bagi masyarakat, di mana ketidakadilan harus dilawan dengan tindakan dan solidaritas. Harapan akan keadilan ini menjadi kekuatan bagi mereka untuk terus maju.
Selain itu, kejadian ini mengajak masyarakat untuk lebih sadar akan pentingnya melindungi diri dan menegakkan hak-haknya. Kesadaran dan pendidikan hukum bagi masyarakat perlu ditingkatkan agar setiap individu tahu bagaimana menghadapi situasi serupa dan menuntut keadilan yang seharusnya mereka terima. Kasus Afdal adalah pengingat bahwa komitmen pada kebenaran tidak pernah sia-sia.