www.metrosuara.id – Kenaikan harga beras baru-baru ini kembali menjadi perhatian publik, khususnya di Kota Makassar. Sejumlah pasar tradisional di kota ini mengalami lonjakan harga beras yang signifikan, dan hal ini tentu mempengaruhi daya beli masyarakat, terutama kalangan ekonomi menengah ke bawah.
Di Pasar Toddopuli, yang dikenal sebagai salah satu pusat perdagangan bahan pokok di Makassar, para pedagang melaporkan kenaikan harga beras premium dalam sepekan terakhir. Situasi ini menjadi tantangan tersendiri bagi warga yang terbiasa mengandalkan beras sebagai bahan makanan pokok sehari-hari.
Pengamatan di pasar menunjukkan bahwa harga beras jenis Rahma kini mencapai Rp160 ribu per 10 kilogram, sedangkan sebelumnya hanya Rp145 ribu. Hal ini membuat banyak konsumen beralih ke beras kelas menengah yang lebih terjangkau.
Kenaikan Harga Beras dan Dampaknya bagi Masyarakat
Lonjakan harga beras dapat berakibat langsung pada kehidupan sehari-hari masyarakat. Terutama mereka yang memiliki pendapatan terbatas, kenaikan harga bawang dan bahan pokok lainnya juga turut mempengaruhi anggaran keluarga. Bagi banyak ibu rumah tangga, keputusan berbelanja menjadi lebih sulit dan perlu lebih bijak.
Beberapa konsumen memilih untuk membeli beras dalam sistem literan, yang dianggap lebih fleksibel. Misalnya, Ramlah, seorang ibu rumah tangga, merasa lebih mampu membeli beras dengan cara ini karena sesuai dengan anggaran yang dimilikinya. Dia mengaku harga beras per liter berkisar antara Rp12.500 hingga Rp13.000, tergantung pada kualitasnya.
Meskipun harga beras mengalami kenaikan, para pedagang mengaku permintaan tetap ada meskipun dengan penyesuaian cara beli. Hal ini menunjukkan bahwa masyarakat tetap berupaya untuk memenuhi kebutuhan dasar mereka meskipun dalam situasi sulit.
Penyebab Kenaikan Harga Beras di Pasar Tradisional
Salah satu faktor yang menjadi latar belakang kenaikan harga beras adalah minimnya pasokan beras dari program subsidi pemerintah. Beras yang seharusnya diharapkan menjadi solusi, seperti beras SPHP, ternyata tidak diminati oleh konsumen. Beberapa pedagang mengungkapkan bahwa beras jenis ini terasa kurang enak dan agak keras, sehingga banyak yang menolak untuk membelinya.
Kondisi ini menjadi dilema tersendiri bagi para pedagang, yang ingin memenuhi permintaan pasar namun harus berhadapan dengan produk yang tidak diminati. Daeng Naba, salah seorang pedagang, menyatakan bahwa meskipun mereka memiliki stok beras SPHP, namun penjualannya sangat sedikit. Keputusan untuk tidak menjual beras tersebut akhirnya diambil untuk menjaga kelangsungan bisnis.
Dengan hadirnya beras SPHP, idealnya harga pasar dapat stabil dan terjangkau oleh masyarakat. Namun, tanpa dukungan dari konsumen, program tersebut tidak dapat mencapai tujuannya. Ini menjelaskan mengapa situasi di lapangan tidak sejalan dengan harapan pemerintah.
Alternatif dan Solusi Menghadapi Kenaikan Harga Beras
Masyarakat dan pemerintah perlu mencari alternatif dan solusi untuk mengatasi masalah kenaikan harga beras. Salah satu pendekatan yang bisa diambil adalah meningkatkan kesadaran akan impor beras dari daerah lain yang memiliki stok berlebih. Memanfaatkan kerjasama antar daerah dapat membantu mengatasi masalah distribusi dan mendapatkan harga yang lebih stabil.
Selain itu, masyarakat juga dapat berpartisipasi dalam kegiatan bazar atau pasar murah yang sering diadakan oleh pemerintah atau organisasi non-profit. Hal ini tidak hanya menyediakan bahan pokok dengan harga terjangkau, tetapi juga menciptakan suasana kebersamaan di kalangan warga.
Untuk jangka panjang, penting bagi pemerintah untuk memikirkan inisiatif pertanian lokal. Meningkatkan produksi beras lokal akan mengurangi ketergantungan pada pasokan dari luar dan membantu menstabilkan harga di pasar. Peningkatan teknologi pertanian dan penyuluhan kepada petani bisa menjadi langkah awal yang efektif.
