www.metrosuara.id – JAKARTA – Serial drama asal Malaysia berjudul Bidaah telah menjadi sorotan publik sejak perilisannya pada 6 Maret 2025 di platform VIU. Keberanian cerita yang diangkat dalam drama ini telah menjadikannya bahan pembicaraan yang hangat di kalangan penonton.
Drama ini menawarkan alur yang tidak lazim dengan tematik yang sensitif, berfokus pada praktik penyimpangan agama yang diceritakan melalui sebuah sekte fiktif bernama Jihad Ummah. Melalui narasi ini, penonton dibawa pada sebuah perjalanan emosional yang mengungkap sisi gelap dari pengaruh ideologi ekstrem.
Di tengah ketegangan yang menyelimuti, karakter Walid Muhammad Mahdi Ilman, seorang pemimpin sekte yang karismatik namun penuh kontroversi, menjadi tokoh kunci. Sosoknya menarik perhatian banyak orang, terutama berkat kemampuan manipulatifnya dan berbagai pernyataan provokatif yang berhasil menggugah rasa penasaran penonton, seperti “Pejamkan mata, bayangkan muka Walid” dan “Walid nak Dewi boleh”.
Walid, yang diperankan oleh Faizal Hussein, berhasil membangun atmosfer ketidaknyamanan yang justru membuat drama ini menjadi semakin menarik. Karakter yang kuat ini menciptakan tantangan bagi penonton untuk merenungkan batasan moral dan etika yang sering kali terbentur dalam konteks kepercayaan spiritual.
Bersama Baiduri, seorang wanita muda yang terjebak dalam sekte tersebut, drama ini mengisahkan bagaimana kekuasaan dan kepatuhan yang buta dapat menjadikan individu sebagai korban manipulasi. Kisah Baiduri menawarkan gambaran mendalam tentang perjalanan penemuan diri dan perjuangan melawan penindasan.
Keberhasilan Bidaah terletak pada kemampuannya untuk menjadi lebih dari sekadar hiburan. Dalam waktu singkat, drama ini meraih status viral di Malaysia dan Indonesia. Dengan lebih dari 2,5 miliar penayangan di media sosial, ini adalah sebuah pencapaian luar biasa yang menunjukkan besarnya antusiasme publik terhadap cerita yang berani dan penuh kritik sosial.
Bidaah tidak hanya menghibur, tetapi juga dipuji karena keberaniannya dalam membahas tema-tema kontroversial seperti penyalahgunaan kekuasaan atas nama agama, patriarki, dan penegakan kehendak secara paksa. Hal ini mengundang diskusi yang lebih luas tentang bagaimana pemahaman terhadap spiritualitas dapat melahirkan berbagai manifestasi dalam masyarakat.