www.metrosuara.id – Belakangan ini, masyarakat di Makassar dihebohkan dengan sebuah insiden yang melibatkan sekelompok orang yang diduga preman. Mereka menduduki sebuah rumah toko di Jalan Gagak yang merupakan hak milik seorang pria bernama Rudy Sampe setelah melalui proses lelang yang sah.
Situasi ini menjadi semakin rumit ketika Rudy memberikan uang sebesar Rp15 juta kepada seorang pria bernama Sapri untuk mengamankan ruko tersebut. Namun, tawaran awal itu berujung pada tuntutan tambahan yang tidak terduga, menciptakan ketegangan yang berkepanjangan.
Awalnya, para preman menawarkan diri mereka untuk menjaga ruko sesudah lelang berlangsung pada Juni 2025. Dalam penjelasannya, kuasa hukum Rudy, Hadriani, mengungkap bagaimana proses ini bermula dan berkembang menjadi masalah yang lebih besar.
Keberadaan Preman dan Penawaran Menjaga Ruko
Dalam penjelasan Hadriani, diketahui bahwa tawaran awal untuk menjaga ruko datang setelah lelang. Para preman meyakinkan Rudy bahwa mereka bisa memastikan keamanan ruko tersebut dengan imbalan sejumlah uang.
Rudy, yang ingin memastikan ruko tetap aman, akhirnya setuju untuk membayar Rp15 juta kepada Sapri sebagai biaya jaganya. Namun, keputusan itu ternyata hanya memicu tuntutan lebih lanjut dari pihak yang sama.
Tidak lama setelah itu, Sapri meminta tambahan sebesar Rp7,5 juta, mengklaim uang tersebut untuk kebutuhan makan dan rokok. Permintaan ini merupakan langkah awal dari serangkaian tuntutan yang semakin mengganggu Rudy.
Tekanan dan Ancaman dari Preman
Setelah menolak permintaan tambahan tersebut, Rudy menghadapi situasi yang semakin menegangkan. Para preman mulai mengancam Rudy akan menutup ruko jika tuntutan tidak dipenuhi.
Kondisi ini membuat Rudy terpaksa menyerahkan uang tambahan yang diminta, meskipun pada dasarnya ia merasa tertekan dan tidak adil. Namun, permintaan tidak berhenti di situ.
Beberapa hari setelah penyerahan uang, Sapri kembali meminta uang sebagai “ucapan terima kasih.” Tuntutan ini semakin mencoreng proses hukum yang seharusnya berlangsung dengan adil.
Penolakan Lanjutan dan Tuntutan yang Muncul
Hadriani menegaskan bahwa Rudy tidak memiliki kewajiban untuk memenuhi permintaan tersebut, terutama setelah beberapa kali memberikan uang atas dasar ancaman. Penolakan Rudy terhadap permintaan Sapri justru mendatangkan masalah baru.
Preman tersebut semakin berani, mengeklaim bahwa tindakan mereka atas permintaan Suharni, pemilik ruko sebelumnya. Hal ini jelas bertentangan dengan hukum, karena sertifikat kepemilikan kini sudah jelas milik Rudy.
Ketegangan semakin meningkat ketika Rudy menyadari bahwa preman tersebut tidak menunjukkan tanda-tanda akan mundur. Strategi intimidasi yang mereka lakukan semakin memperburuk situasi.
Implikasi Hukum dan Respons Masyarakat Sekitar
Peristiwa ini tidak hanya menjadi masalah pribadi antara Rudy dan para preman. Dampaknya merambat ke lingkungan sekitar, dengan masyarakat mulai bertanya-tanya mengenai keamanan di kawasan tersebut.
Kekhawatiran masyarakat mendorong mereka untuk berbicara kepada pihak berwenang, berharap agar masalah ini segera dituntaskan. Respons dari keamanan setempat juga menjadi sorotan karena kurangnya tindakan yang cepat.
Banyak yang merasa bahwa tindakan preman ini mencerminkan masalah yang lebih besar mengenai hukum dan penegakan keamanan di wilayah tersebut. Keberanian Rudy untuk melawan intimidasi ini menjadi titik awal untuk mendorong kesadaran dan aksi publik.