www.metrosuara.id – Keputusan untuk merekrut 24 ribu tamtama oleh TNI Angkatan Darat dalam rangka membentuk Batalion Teritorial Pembangunan telah menimbulkan berbagai reaksi. Banyak pihak, termasuk organisasi sosial, berpendapat bahwa langkah ini perlu dievaluasi secara mendalam agar tidak mengganggu keseimbangan antara peran sipil dan militer dalam masyarakat.
Pernyataan ini disampaikan oleh Ridho Al-Hamdi, Ketua Lembaga Hikmah dan Kebijakan Publik Muhammadiyah. Ia menekankan bahwa inisiatif tersebut bisa berpotensi besar untuk membatasi ruang gerak sipil yang sudah ada saat ini.
Diberikan kekhawatiran terkait pembentukan batalion ini, Ridho menegaskan perlunya penelitian yang lebih menyeluruh mengenai dampaknya. Banyak aspek yang perlu dipertimbangkan, termasuk situasi sosial dan politik di daerah yang akan terlibat.
Pentingnya Penelitian yang Mendalam tentang Rencana Batalion Teritorial
Kehadiran pasukan TNI di tingkat desa harus melalui studi yang cermat dan komprehensif. Ini bertujuan untuk menghindari potensi tumpang tindih peran antara pihak militer dan masyarakat sipil.
Ridho berpendapat bahwa peran militer tidak seharusnya semakin dominan di wilayah yang seharusnya dikelola oleh masyarakat sipil. Ini dapat mengubah dinamika hubungan antara pemerintah dan warga, yang pada akhirnya merugikan proses demokrasi.
Dalam konteks ini, dia menekankan pentingnya melakukan kajian lebih lanjut mengenai dampak dari kehadiran batalion ini di berbagai titik kampung. Hal ini dianggap vital untuk memastikan bahwa tindakan ini tidak mengganggu partisipasi masyarakat dalam proses pembangunan.
Risiko Tumpang Tindih Peran antara Militer dan Sipil
Salah satu kekhawatiran terbesar adalah kemungkinan tumpang tindih peran antara militer dan masyarakat sipil. Jika tamtama TNI mengambil alih fungsi-fungsi masyarakat, hal ini akan menciptakan situasi yang tidak ideal untuk pembangunan desa.
Ridho mengingatkan, perlu ada batasan tegas mengenai peran militer agar tidak menguasai ranah sipil. Ini penting untuk menjaga kedaulatan masyarakat dalam memegang peran mereka sebagai aktor utama dalam pembangunan sosial.
Dia menegaskan bahwa situasi di mana militer menguasai ruang sipil akan sangat berbahaya. Hal ini dapat memicu ketidakpuasan di kalangan masyarakat serta mengancam integralitas demokrasi.
Penyalahgunaan Wewenang dalam Penggunaan Pasukan Tamtama
Ridho juga mengungkapkan kekhawatirannya mengenai kemungkinan penyalahgunaan wewenang yang dapat muncul pasca-rekrutmen tamtama ini. Memperkuat militer di tingkat desa dapat membuka peluang bagi penyalahgunaan wewenang.
Situasi di mana tamtama TNI berfungsi sebagai pelindung aktivitas ilegal adalah hal yang harus dihindari. Dia mencatat bahwa hal tersebut dapat merusak tatanan sosial yang sudah ada di masyarakat.
Penting bagi pemerintah untuk memastikan bahwa pasukan tidak berfungsi sebagai “beking” bagi praktik-praktik yang seharusnya ditindak tegas. Ini adalah kunci untuk menjaga kepercayaan masyarakat terhadap institusi militer.