www.metrosuara.id – Film yang banyak ditunggu-tunggu oleh masyarakat, A Business Proposal versi Indonesia, resmi tayang di layanan OTT pada tanggal 12 Juni 2025. Adaptasi dari drama Korea yang populer ini menghadirkan bintang muda berbakat Abidzar Al-Ghifari dan Ariel Tatum dalam peran utama, sehingga menarik perhatian para penonton.
Sebelum resmi dirilis di bioskop pada 6 Februari 2025, film ini sudah menjadi bahan perbincangan yang hangat. Kontroversi seputar pernyataan Abidzar yang mengaku tidak pernah menonton versi Korea menjadi salah satu faktor utama yang memicu pekikan boikot dari para penggemar drama tersebut.
Kendati melewati banyak rintangan, seperti kritik tajam dan boikot, film ini tetap meluncur ke Netflix dengan penuh ekspektasi. Menarik perhatian banyak orang, A Business Proposal menduduki peringkat pertama di Top 10 Netflix, yang merupakan pencapaian luar biasa bagi sebuah film yang sempat dianggap buruk saat tayang di bioskop.
Menguak Kontroversi dan Dampaknya terhadap Film
Kontroversi sering kali menjadi bagian dari perjalanan sebuah film, dan A Business Proposal tidak terkecuali. Ketika Abidzar dengan berani menyatakan bahwa ia tidak pernah menonton versi Korea, banyak penggemar yang merasa tersinggung dan bersikap negatif terhadap film ini.
Pernyataan tersebut memicu reaksi yang kuat dari komunitas penggemar K-drama dan menyebabkan boikot vis-à-vis film yang belum tayang. Situasi ini menimbulkan pertanyaan: apakah ketidakpahaman terhadap materi sumber dapat menjadi hambatan dalam menampilkan sebuah karya yang berkualitas?
Namun, meskipun mendapatkan banyak kritik sebelum tayang, film ini berhasil menarik perhatian setelah ditayangkan di platform streaming. A Business Proposal berhasil menyusul film-film Indonesia lain yang telah tayang, menciptakan gelombang diskusi baru di kalangan penonton.
Pencapaian Tidak Terduga di Platform Streaming
Saat tayang perdana di Netflix, A Business Proposal berhasil menempati posisi puncak dalam daftar film terpopuler. Keberhasilan ini membuktikan bahwa meskipun sempat dianggap gagal, film ini ternyata memiliki daya tarik yang mampu menarik perhatian banyak penonton.
Peringkat yang diraih film ini bahkan mengalahkan beberapa judul lainnya di platform tersebut, seperti Perayaan Mati Rasa dan Pulung Gantung. Kesuksesan ini mengisyaratkan bahwa penonton mungkin lebih memperhatikan kualitas cerita dibandingkan latar belakang dari adaptasi.
Pada akhirnya, pencapaian ini membuat A Business Proposal menjadi salah satu film yang layak diperhatikan dalam daftar panjang adaptasi K-drama ke versi lokal. Hal ini menunjukkan bahwa meskipun tidak sempurna, ada ruang bagi sebuah karya untuk berkembang dan diterima oleh audiens di luar ekspektasi awal.
Persepsi Masyarakat dan Reaksi Penggemar
Reaksi masyarakat terhadap A Business Proposal menjadi sangat beragam setelah tayang di Netflix. Beberapa penonton yang awalnya skeptis, berubah pikiran setelah menyaksikan film tersebut. Mereka menemukan banyak elemen menarik yang mengaitkan cerita dengan pengalaman sehari-hari.
Selain itu, ada pula penggemar yang memberikan kritik membangun untuk meningkatkan kualitas film dan menanggapi isu-isu yang relevan. Masyarakat umum menilai bahwa pelaksanaan adaptasi ini memiliki potensi untuk terus berkembang, terlepas dari semua kontroversi yang ada.
Film ini juga berfungsi sebagai titik awal untuk menyelidiki bagaimana adaptasi dari satu budaya ke budaya lainnya dapat berhasil, menciptakan dampak tersendiri di kalangan penonton. Di tengah perbedaan kultur, A Business Proposal berhasil menyentuh sisi emosional audiens, membuka dialog mengenai kekuatan narasi.